Jumat, 07 Oktober 2011


BAB I
PENDAHULUAN

PERCOBAAN MODUL 1
TEORI KETIDAKPASTIAN


1.1    Latar Belakang
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktikum Fisika Dasar Modul I. Adapun materi yang dibahas dalam modul I ini adalah tentang Nilai Skala Terkecil ( NST ). Dalam percobaan ini menentukan nilai skala terkecil (NST) pada alat ukur,nilai ketidakpastian pada alat ukur serta pada hasil percobaan.
Dalam suatu alat ukur selalu dilengkapi skala berupa panjang,massa atau waktu dalam skala terbesar maupun terkecil yang dapat mempengaruhi hasil dari suatu percobaan. Oleh karena itu, suatu hasil pengukuran atau percobaan harus dilaporkan bersama dengan nilai ketidakpastiannya,adapun caranya dapat dilakukan sebagai berikut.
x = {x ± Dx} [X],
    x         : lambang besaran yang diukur,                     
   {x}      : nilai yang diperoleh,                         
   {Dx }   : ktp pada x,                                                   
    [X]      : lambang satuan besaran x,   

1.2    Tujuan
1.      Menentukan ketidakpastian (ktp) pada pengukuran.
2.      Menentukan ketidakpastian hasil percobaan.


1.3  Fungsi,Alat dan  Bahan
Alat – alat yang digunakan
1.      Penggaris
Fungsi          : Untuk mengukur panjang,lebar dan tinggi suatu benda.

2.      Micrometer
Fungsi     : Untuk mengukur panjang,lebar,diameter luar dan tinggi  suatu   benda
3.      Jangka Sorong
Fungsi        : Untuk mengukur panjang,lebar,tinggi dan diameter dalam benda
4.      Multimeter Digital
Fungsi           :  Untuk mengukur arus,hambatan dan tegangan.
5.      Multimeter Analog
Fungsi           : Untuk mengukur arus,hambatan dan tegangan.
6.      Termometer Digital
Fungsi           : Untuk mengukur suhu
7.      Termometer Analog
Fungsi           : Untuk mengukur suhu.
8.      Stopwatch Digital
Fungsi          : Untuk mengukur lamanya waktu dalam melakukan
kegiatan.
9.      Stopwatch Analog
Fungsi            : Untuk mengukur lamanya waktu dalam melakukan
 kegiatan.
10.  Spherometer
Fungsi           : Untuk mengukur diameter benda cekung atau cembung

Bahan – bahan yang digunakan
1.  Kotak Mikrometer                : Media yang diukur lebarnya.
2.  Kotak Jangka Sorong            : Media yang diukur lebar dan tebalnya.
2.  Baterai                                   : Media yang diukur tegangan
3.  Resistor                                 : Media yang diukur hambatannya.
4.  Kunci                                                : Media yang diukur kecepatannya
5.  Tangan (suhu badan)             : Media yang diukur suhunya.
6.  Piringan                                 : Diameter kecekungan / kecembungan.

BAB II
ISI


1.3     DASAR TEORI
2.1.1     Nilai skala terkecil (nst) alat ukur
           Setiap alat ukur selalu dilengkapi skala berupa panjang, massa atau waktu. Pada skala terdapat goresan-goresan besar dan kecil yang dibubuhi nilai tertentu. Perhatikan: hampir semua lat ukur panjang mempunyai skala dengan jarak fisis antara dua goresan bertetengga tidak kurang dari 1 mm. Ini berkaitan dengan daya resolusi mata, yakni: mata manusia (sehat/normal) pada jarak 25 cm masihdapt melihat secara terpisah 2 sumber titik cahaya yang berdekatan hingga 0,1 mm. Akan tetapi, pembuatan goresan sehalus sumber cahaya bertitik (point source) secara teknis tidak mungkin dicapai, lagipula objek yang diamati jarang memiliki profil yang tajam, sehingga jarak pisah antara 2 goresan bertetangga pada hampir semua alat ukur tidak sekecil 0,1 mm, melainkan sebesar 1 mm bahakan tidak jarang lebih besar lagi (skala besar).
Nonius: alat bantu yang membuat alat ukur berkemampuan lebih teliti, ketepatan pengukuran menjadi lebih baik karena jarak antara 2 goresan bertetangga seolah-olah dapat dibuat lebih kecil.
Caranya: 9 bagian pada skala alat sama dengan 10 bagian pada skla nonius. Ini berarti pengukuran dengan nonius dapat menghasilkan satu angka desimal lebih bnayak daripada pengukuran tanpa nonius.

2.1.2     Ketidakpastian pada pengukuran
Setiap pengukuran selalu dihinggapi suatu ketidakpastian. Adapaun Penyebabnya banyak sekali, diantaranya:
                                    ·         Keterbatasan alat  : nst selalu ada, kalibrasi yang tidak tepat,        gesekan yang terjadi anata bagian alat yang bergerak, kelelahan pegas, dll.

                                    ·         Keterbatasan pengamat : pengamat adalah manusia yang tidak    luput dari kesalahan dan memilki kekurangan.
                                    ·         Ketidakpastian acak : tegangan listrik yang digunakan sering    
    berubah-ubah (mengalami fluktuasi), adanya noise, dll.

Kita (pengamat) sebelum mengadakan pengukuran untuk mengenal terlebih dahulu kekurangan-kekurangan ini dan berusaha untuk mencegah / mengatasinya. Akan tetapi terdapat kenyataan bahwa penyimpangan-penyimpangan ini bnayak sekali jumlah dan ragamnya, sehingga mustahil kita akan dapat memenuhi semuanya apalagi menghilangkannya. Hal ini berarti bahwa:
Text Box: SETIAP HASIL PENGUKURAN MEMILKI KETELITIAN YANG TERBATAS     
     
Oleh karena itu suatu hasil pengukuran harus dilaporkan bersama dengan ketidakpastiannya, cara berikut adalah cara yang lazim digunakan:
 x = {x ± Dx} [X], dimana:          
x               :  lambang besaran yang diukur,         misal suhu       T
{x}           :  nilai yang diperoleh,             misal                27
{Dx }       : ktp pada x,                                        misal                0,5
[X]           : lambang satuan besaran x,                misal                0C
Maka diperoleh: T = (27 ± 0,5) 0C
Lalu timbul pertanyaan: “Bagaimana menentukan/memperoleh {x ± Dx} dari suatu pengukuran?”
Harus dibedakan 3 kasus berikut ini:

2.1.2.1   Pengukuran dilaksanakan sekali saja
Apabila pengukuran dilakukan sekali saja, maka x adalah nilai yang terbaca pada waktu pengukuran dan Dx dalan 1/2 nst. Tetapi kadang-kadang digunakan 1/3 nst sebagai Dx, yakni apabila jarak anatar 2 goresan terdekat cukup lebar.

2.1.2.2     Pengukuran dilakukan n kali
Dengan mengadakan n kali, diperoleh apa yang disebut ‘contoh’ atau ‘sampel’ besaran x. Nilai yang digunkan sebagi x adalah nilai rata-rata sampel x.
=   ………………….. (1)

Dan sebagai ktp-nya digunakan deviasi standar nilai rata-rata  ):
Dimana:
  

Contoh : Pengukuran berulang atas besaran A menghasilkan sampel  berikut: 11,8; 12,0; 12,2;, 11,9; 12,0; 12,2; 11,8, 11,9; 12,2.
Tentukan:  
 Jawab:  
Maka pengukuran mengahasilkan A = 12,00 ± 0,02
Dalam penulisan:  dan  boleh digunakan satu angka    desimal lebih banyak daripada dalam penulisan A dalam sampel. Hal ini dimungkinkan berkat pengulangan yang telah kita lakukan.
Catatan: Apabila pengukuran hanya dilakukan beberapa kali saja      misalnya 2 aatu 3 kali, maka A =  dan sebagai ktp-nya diambil yang terbesar diantra ke-2 atau ke-3, deviasinya:  
Contoh: Pengukuran tekan udara runag praktikum pada awal pertengahan praktikum menghasilkan (dalam mmHg).

2.1.2.3     Ktp mutlak, ktp relatif
Ktp mutlak menyatakan kasar halusnya skala suatau alat ukur.
Contoh: perhatikan besar/nilai arus berikut ini
 = (1,7 ± 0,05) mA
 = (1,74 ± 0,03) mA
Besarnya ketidakpastian nilai arus di atas (0,05 dan 0,03) disebut ktp mutlak. Selain itu juga merupakan ketetapan suatu pengukuran: “Makin kecil ktp mutlak, makin tepat pengukuran tersebut”.
Dilain pihak, ktp relatif kedua pengukuran di atas adalah:
Oleh Karena itu, ktp relatif dikaitakan dengan ketelitian suatu pengukuran: “Makin kecil ktp relatif, makin besar ketelitian yang dicapai”.
Apa arti pelaporan/penulisan  = (1,7 ± 0,05) mA?
Artinya: Pertama, pelapor hendak mengatakan tidak mengetahui dengan tepat sebenarnya besar arus itu, ia hanya menduga/memperkirakan nilainya sekita 1,7 mA.
Kedua, tampak bahwa pelapor hanya menggunakan dua angka berarti (AB) yang menandakan pengukuran dilakukan dengan alat yang berskala cukup besar.Tetapi  boleh dilaporkan dengan 3 AB  (yakni 1,7 dan 4) karena alat ukur yang digunakan skalanya lebih halus.

2.1.2.4     Notasi Eksponenesial dan Angka Berarti
Hasil suatu pengukuran sebaiknya dilaporkan dengan menggunakan notasi eksponensial merupakan cara termudah menuliskan bilangan yang besar sekali maupun kecil sekali. Di samping itu notasi eksponensial dapat dengan mudah menonjolkan ketelitian dalam suatu pengukuran.
Yakni menggunkan jumlah angka desimal yang sesuai dengan AB yang diperkenankan. Ketentuan sebagi berikut:

Keteliian sekitar 10                       2 AB
Ketelitian sekitar 1                        3 AB
Ketilian sekitar 0,1                        4 AB
Dengan notasi eksponensial semua bilangan ditulis sebagai bilangan antara 1 dan 9 (bilangan ini disebut ‘mantissa’) dikalikan dengan faktor  (disebut orfe besar), n adalah bilangan bulat positif atau negatif.
Contoh : Dari suatu pengukuran massa elektron diketahui hingga angka   berarti maka:  = 9,109 x kg
 9,109 adalah mantissa, yang terdiri atas 4 AB (mempunyai 3 angka desimal di belakang koma)
 adalah oerde besarnya (banyaknya apoabila )!!
Jika pengukuran hanya menggunakan 2 AB, maka  = 9,1 x kg, mantissa harus disesuaikan sedangkan orde besarnya tidak berubah.
Perhatikan bahwa dalam teori ketidakpastian  kg tidaklah sama dengan  kg (bagaimana penjelasannya?)

2.1.3     Ketidakpastian pada hasil percobaan
Jarang sekali besarang yang hendak ditentukan lewat eksperimen dapat kita ukur dengan langsung. Lenig sering kita jumpai situasi dimana besaran itu dapat dinyatakan sebagai fungsi besaran-besaran lain (definisi atau hukum fisika), dan besaran-besaran inilah byang dapat ditentukan melalui ekprimen (diukur langsung). Besaran yang dicari ditentukan lewat perhitungan.
Contoh : Tidak dikenal alat yang dapat mengukur rapat massa padatan secara  langsung. Namun melalui definisi rapat massa  (m dan V dapat diukur, sehingga  dapat dihitung.
Akan tetapi pada m dan V terdapat ktp tertentu, maka jelas  juga memliki ketidakpastian. Persoalan utama dalam teori ketidakpastian adalah menentukan hubungan anatara ktp pada  dengan ktp m dan V.

Berikut ini diberikan beberapa aturan menghitung ktp pada 2 peubah:
i.        Kalau z = x ± y, maka Dz = Dx + Dy.
ii.      Kalau z =  (m dan n ketetapan), maka
Contoh : Percepatan gravitasi setempat ingin ditentukan dengan mengukur periode t suatu bandul matematis sepanjang L dan menggunakan rumus .
Pengukuran mengasilkan T = (2,00 ± 0,02) s
                                  L = (100 ± 1)cm, sedangkan
                                   = 3,14 (dianggap tepat)
Maka g =
                                
Dg = (3) (985,6) = 29, 578
Mengingat bahwa ktp relatif adalah sebesar 3%, maka hasil akhir boleh dilaporkan dengan 3 AB menjadi:
G = (986,5 ± 30)cm/
G = (9, 86 ± 0,3)m/
2.2  Data Pengamatan
  Lembar Data
No
Alat
Satuan
Bahan
NST
KTP
Percobaan ke
Hasil
1
Penggaris
cm
Lebar Box Jangka Sorong
0,5
0,25
1
9,9
2
9,85
3
9,9
4
9,95
2
Jangka Sorong
mm
Lebar Kotak mikrometer
0,05
0,025
1
76,7
2
77,1
3
76,9
4
77,7
3.
Mikrometer
mm
Tebal box Jangka Sorong
0,01
0,005
1
20,4
2
20,39
3
20,32
4
20,39
4.
Stopwatch Digital
s
Type - X
0,01
0,005
1
0,4
2
0,41
3
0,45
4
0,43
5.
Stopwatch Analog
s
Bolpoint
0,2
0,1
1
0,2
2
0,2
3
0,3
4
0,4

6.
Termometer  Digital
oC
Suhu Lengan Mahyudin
0,1
0,05
1
36,3
7.
Termometer
Analog
oC
Suhu Lengan Alwi
0,1
0,05
1
36,7
8.
Spherometer
mm
Piringan Cekung
0,5
0,25
1
-3,0
2
-3,91
3
-2,0
4
-2,1

9.
Multimeter
Digital
mV
Baterai
0,1
0,05
1
96,4


Ohm
Resistor
0,1
0,05
2
45,9
10.
Multimeter Analog
V
Baterai
0,5
0,05
Sk 10
9,6






Sk 50
11


Ohm
Resistor
1
0,5
Sk 1
46






Sk 10
25
2.3     Analisa Data
   2.3.1 Data Kuantitatif
1. Penggaris
i
2
1
9,9
9,9
0
0
2
9,85
9,9
-0,05
0,0025
3
9,9
9,9
0
0
4
9,95
9,9
0,05
0,0025
39,6

0
0,005


                 = = = 9,9 cm
                    Sn-1 =                                =     =  cm
       
                    ∆x = S  = cm

2.  Jangka Sorong
i
2
1
76,7
77,1
-0,4
0,16
2
77,1
77,1
0
0
3
76,9
77,1
-0,2
0,4
4
77, 7
77,1
0,6
0,86
308, 4

0
0,92

                   





= = = 77,1 mm
                  Sn-1 =                                =     = = 0,554  mm
       
                    ∆x = S  =     = 0,27 x 10-1 mm


3.    Mikrometer
i
2
1
20,4
20,4
0
0
2
20,39
20,4
-0,01
0,0001
3
20,32
20,4
-0,08
0,0064
4
20,39
20,4
-0,01
0,0001
   81,5

0,1
0,0066







= = = 20,4 mm
                    Sn-1 =                          =     = = 0,047 mm
       
                    ∆x = S  =     = 0,0235  x 10-1 mm

4.  Termometer Digital
i
    
2
1
36,3
36,3
0
0
36,3

0
0





= = = 36,3 oC
Sn-1 =                         =     = 0  oC
                   
∆x = S  =            = 0  oC





5.  Termometer Analog
                  
i
2
1
36,7
36,7
0
0
36,7

0
0








= = = 36,7 oC
                         Sn-1 =                               =     = = 0 oC
           
                        ∆x = S  =            = 0  oC
           
6.  Stopwatch Digital
i
2
1
0,4
0,42
-0,02
0,0004
2
0,41
0,42
-0,01
0,0001
3
0,45
0,42
0,03
0,0009
4
0,43
0,42
0,01
0,0001
1,69

0,03
0,0015
                                   







          
       

       = = = 0,42 detik                                                                          
                    Sn-1 =                       =     = = 0,022 detik
       
                   ∆x = S  =    = 0.011 detik                  
      
7.  Stopwatch Analog

i
2
1
0,2
0,3
-0,1
0,01
2
0,2
0,3
-0,1
0,01
3
0,3
0,3
0
0
4
0,4

0,3
0,1
0,01
1,1

-0,1
0,03











                       = = = 0,3 detik                      
                    Sn-1 =                   =     = = 0,1 detik

                    ∆x = S  =          = 0,05 detik

8. Multimeter Digital

·         Baterai

i
    
2
1
96,4
96,4
0
0
96,4

0
0



        

         = = = 96,4 mVolt
          nst = 0,1 mVolt                                         
                 ∆x = S  =  nst= . 0,1 = 0,05 mVolt





·                     Resistor
  
i
    
2
1
45,9
45,9
0
0
45,9

0
0

                     = = = 45,9
          nst = 0,1 Ω
                  ∆x = S  =  nst= . 0,1 = 0,05 Ω
9.         Multimeter Analog

·         Baterai

i
    
2
Sk 10
9,6
10,3
-0,7
0,49
Sk 50
11
10,3
0,7
0,49
20,6

0
0,98




            


 = = = 10,3 Volt
            Sn-1 =                                =     = =  0,99 Volt                   
                     ∆x = S  = = 0,71  Volt

·         Resistor
  
i
    
2
Sk 1
46
35,5
10,5
110,25
Sk 10
25
35,5
-10,5
110,25
71

0
220,5

                     = = =  35,5 Ω
                     Sn-1 =                          =     = = 14,85                             
                  ∆x = S  = = 10,61 Ω
10.     Spherometer
·         Cekung

i
2
1
-3,0
2,75
-0,25
0,0625
2
-3,91
2,75
-1,16
1,3456
3
-2,0
2,75
0,75
0,5625
4
-2,1
2,75
0,65
0,4225
-11,01

-0,01
2,3931











                      = = =  2,75 mm
Sn-1 =                             =   = = 0,89 mm

∆x = S  = = 0,445 mm

2.3.2        Data Kualitafif  
1.      Penggaris
                 
PercobaanPengukuran
Dari grafik diatas tampak bahwa hasil pengukuran berubah-ubah.  Hal ini dikarenakan  bahwa bahan yang diukur panjangnya tidak sama.

2.   Jangka SorongPengukuran
Percobaan       Dari grafik diatas tampak bahwa hasil pengukuran bervariasi. Hal ini disebabkan bahwa pengukuran dilakukan tidak disatu titik melainkan disepanjang titik yang berbeda pada lebar kotak micrometer.

3.   Micrometer
PercobaanPengukuran    Dari grafik diatas menunjukkan bahwa bahan yang diukur permukaannya tidak merata. Hal ini dikarenakan bahwa pengukuran dilakukan dititik yang berbeda disepanjang tebal kotak jangka sorong.

4.   Shperometer
PengukuranPercobaan             
Dari grafik diatas disimpulkan bahwa setiap pengukuran pada piringan cekung hasilnya tidak sama rata. Hal ini dikarenakan pengukuran dilakukan dititik yang berbeda disepanjang piringan.

5.      Termometer Digital
PercobaanSuhu                       
Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil percobaannya menunjukkan besar hambatan  36,3  oC. Pengukuran suhu dilakukan pada suhu tubuh yang berbeda, yaitu pada lengan Mahyudin.

6.      Termometer Analog
PercobaanSuhu
Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil percobaannya menunjukkan besar hambatan  36,7  oC. Pengukuran suhu dilakukan pada suhu tubuh yang berbeda, yaitu pada lengan Alwi.

7.      Stopwatch Digital
PercobaanWaktu
Dari grafik  diatas percobaan pengukuran waktu dengan menjatuhkan Type-X dimana stopwatch digital menunjukkan hasil yang berbeda ditiap-tiap percobaan. Dari perbedaan itu menunjukkan bahwa alat yang digunakan penggunaannya ada yang muda dan ada yang sulit, disamping itu juga faktor gravitasi.

8.      Stopwatch Analog
WaktuPercobaan    Dari grafik  diatas percobaan pengukuran waktu dengan menjatuhkan Boplpoint dimana stopwatch analog menunjukkan hasil yang berbeda ditiap-tiap percobaan. Dari perbedaan itu menunjukkan bahwa alat yang digunakan penggunaannya ada yang muda dan ada yang sulit, disamping itu juga faktor gravitasi.

9.      Multimeter digital
·      Baterai
Kuat ArusPercobaan
Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil percobaannya menunjukkan besar arus  96,4  mV.

·      Resistor
PercobaanHambatan
Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil percobaannya menunjukkan besar hambatan 45,9 Ohm.

10.     Multimeter Analog
·      Baterai
Kuat ArusSkala
Percobaan dilakukan 2 kali dengan skala 10 dan 50. Pengukuran pada baterai dengan skala 10 adalah 9,6 V dan dengan skala 50 adalah 11 V. Sehingga menghasilkan nilai perbandingan 10:50 dengan rata-rata 10,3 V.

·   Resistor

HambatanSkala
Percobaan dilakukan 2 kali dengan skala 1 dan 10. Pengukuran pada baterai dengan skala 1 adalah 46 Ω dan dengan skala 10 adalah 25 Ω. Sehingga menghasilkan nilai perbandingan 1:10 dengan rata-rata 35,5 Ω .









BAB III

PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Dari hasil percobaan pada modul I tentang teori ketidakpastian menunjukkan bahwa pengukuran jika dilakukan beberapa kali hasil yang didapat tidaklah sama karena ada beberapa factor, yaitu keterbatasan alat, keterbatasan pengamat, ketidakpastian acak. Disamping itu juga bahan yang diukur ada yang berubah-ubah seperti suhu badan dan ada pula permukaan benda yang tidak sama, dan ada juga karena alat, yaitu alat yang digital dan alat analog. Sifat dari alat digital yaitu penggunaannya relative muadah, nilainya sudah langsung keluar tidak pakai mengira-ngira dan mendekati kepastian.

3.2. Kritik dan Saran
Dalam praktikum ini sudah cukup bagus hanya saja alatnya tidak disediakan diatas meja sehingga waktunya tersita guna mengambil alat-alat. Seharusnya alatnya disediakan diatas meja dan setiap kelompok harus bertanggung jawab atas alat-alat tersebut.












DAFTAR PUSTAKA

Baird, D.C, “EXPERIMENTATION AN INTRODUCTION TO MEASUREMENT THEORY AND EXPERIMENTAL DESIGN”, Perintice Hall.

Damawan Djonoputro, B. “ TEORI KETIDAKPASTIAN”, ITB, 1984.











BAB I
PENDAHULUAN

PERCOBAAN MODUL 1
TEORI KETIDAKPASTIAN


1.1    Latar Belakang
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktikum Fisika Dasar Modul I. Adapun materi yang dibahas dalam modul I ini adalah tentang Nilai Skala Terkecil ( NST ). Dalam percobaan ini menentukan nilai skala terkecil (NST) pada alat ukur,nilai ketidakpastian pada alat ukur serta pada hasil percobaan.
Dalam suatu alat ukur selalu dilengkapi skala berupa panjang,massa atau waktu dalam skala terbesar maupun terkecil yang dapat mempengaruhi hasil dari suatu percobaan. Oleh karena itu, suatu hasil pengukuran atau percobaan harus dilaporkan bersama dengan nilai ketidakpastiannya,adapun caranya dapat dilakukan sebagai berikut.
x = {x ± Dx} [X],
    x         : lambang besaran yang diukur,                     
   {x}      : nilai yang diperoleh,                         
   {Dx }   : ktp pada x,                                                   
    [X]      : lambang satuan besaran x,   

1.2    Tujuan
1.      Menentukan ketidakpastian (ktp) pada pengukuran.
2.      Menentukan ketidakpastian hasil percobaan.


1.3  Fungsi,Alat dan  Bahan
Alat – alat yang digunakan
1.      Penggaris
Fungsi          : Untuk mengukur panjang,lebar dan tinggi suatu benda.

2.      Micrometer
Fungsi     : Untuk mengukur panjang,lebar,diameter luar dan tinggi  suatu   benda
3.      Jangka Sorong
Fungsi        : Untuk mengukur panjang,lebar,tinggi dan diameter dalam benda
4.      Multimeter Digital
Fungsi           :  Untuk mengukur arus,hambatan dan tegangan.
5.      Multimeter Analog
Fungsi           : Untuk mengukur arus,hambatan dan tegangan.
6.      Termometer Digital
Fungsi           : Untuk mengukur suhu
7.      Termometer Analog
Fungsi           : Untuk mengukur suhu.
8.      Stopwatch Digital
Fungsi          : Untuk mengukur lamanya waktu dalam melakukan
kegiatan.
9.      Stopwatch Analog
Fungsi            : Untuk mengukur lamanya waktu dalam melakukan
 kegiatan.
10.  Spherometer
Fungsi           : Untuk mengukur diameter benda cekung atau cembung

Bahan – bahan yang digunakan
1.  Kotak Mikrometer                : Media yang diukur lebarnya.
2.  Kotak Jangka Sorong            : Media yang diukur lebar dan tebalnya.
2.  Baterai                                   : Media yang diukur tegangan
3.  Resistor                                 : Media yang diukur hambatannya.
4.  Kunci                                                : Media yang diukur kecepatannya
5.  Tangan (suhu badan)             : Media yang diukur suhunya.
6.  Piringan                                 : Diameter kecekungan / kecembungan.

BAB II
ISI


1.3     DASAR TEORI
2.1.1     Nilai skala terkecil (nst) alat ukur
           Setiap alat ukur selalu dilengkapi skala berupa panjang, massa atau waktu. Pada skala terdapat goresan-goresan besar dan kecil yang dibubuhi nilai tertentu. Perhatikan: hampir semua lat ukur panjang mempunyai skala dengan jarak fisis antara dua goresan bertetengga tidak kurang dari 1 mm. Ini berkaitan dengan daya resolusi mata, yakni: mata manusia (sehat/normal) pada jarak 25 cm masihdapt melihat secara terpisah 2 sumber titik cahaya yang berdekatan hingga 0,1 mm. Akan tetapi, pembuatan goresan sehalus sumber cahaya bertitik (point source) secara teknis tidak mungkin dicapai, lagipula objek yang diamati jarang memiliki profil yang tajam, sehingga jarak pisah antara 2 goresan bertetangga pada hampir semua alat ukur tidak sekecil 0,1 mm, melainkan sebesar 1 mm bahakan tidak jarang lebih besar lagi (skala besar).
Nonius: alat bantu yang membuat alat ukur berkemampuan lebih teliti, ketepatan pengukuran menjadi lebih baik karena jarak antara 2 goresan bertetangga seolah-olah dapat dibuat lebih kecil.
Caranya: 9 bagian pada skala alat sama dengan 10 bagian pada skla nonius. Ini berarti pengukuran dengan nonius dapat menghasilkan satu angka desimal lebih bnayak daripada pengukuran tanpa nonius.

2.1.2     Ketidakpastian pada pengukuran
Setiap pengukuran selalu dihinggapi suatu ketidakpastian. Adapaun Penyebabnya banyak sekali, diantaranya:
                                    ·         Keterbatasan alat  : nst selalu ada, kalibrasi yang tidak tepat,        gesekan yang terjadi anata bagian alat yang bergerak, kelelahan pegas, dll.

                                    ·         Keterbatasan pengamat : pengamat adalah manusia yang tidak    luput dari kesalahan dan memilki kekurangan.
                                    ·         Ketidakpastian acak : tegangan listrik yang digunakan sering    
    berubah-ubah (mengalami fluktuasi), adanya noise, dll.

Kita (pengamat) sebelum mengadakan pengukuran untuk mengenal terlebih dahulu kekurangan-kekurangan ini dan berusaha untuk mencegah / mengatasinya. Akan tetapi terdapat kenyataan bahwa penyimpangan-penyimpangan ini bnayak sekali jumlah dan ragamnya, sehingga mustahil kita akan dapat memenuhi semuanya apalagi menghilangkannya. Hal ini berarti bahwa:
Text Box: SETIAP HASIL PENGUKURAN MEMILKI KETELITIAN YANG TERBATAS     
     
Oleh karena itu suatu hasil pengukuran harus dilaporkan bersama dengan ketidakpastiannya, cara berikut adalah cara yang lazim digunakan:
 x = {x ± Dx} [X], dimana:          
x               :  lambang besaran yang diukur,         misal suhu       T
{x}           :  nilai yang diperoleh,             misal                27
{Dx }       : ktp pada x,                                        misal                0,5
[X]           : lambang satuan besaran x,                misal                0C
Maka diperoleh: T = (27 ± 0,5) 0C
Lalu timbul pertanyaan: “Bagaimana menentukan/memperoleh {x ± Dx} dari suatu pengukuran?”
Harus dibedakan 3 kasus berikut ini:

2.1.2.1   Pengukuran dilaksanakan sekali saja
Apabila pengukuran dilakukan sekali saja, maka x adalah nilai yang terbaca pada waktu pengukuran dan Dx dalan 1/2 nst. Tetapi kadang-kadang digunakan 1/3 nst sebagai Dx, yakni apabila jarak anatar 2 goresan terdekat cukup lebar.

2.1.2.2     Pengukuran dilakukan n kali
Dengan mengadakan n kali, diperoleh apa yang disebut ‘contoh’ atau ‘sampel’ besaran x. Nilai yang digunkan sebagi x adalah nilai rata-rata sampel x.
=   ………………….. (1)

Dan sebagai ktp-nya digunakan deviasi standar nilai rata-rata  ):
Dimana:
  

Contoh : Pengukuran berulang atas besaran A menghasilkan sampel  berikut: 11,8; 12,0; 12,2;, 11,9; 12,0; 12,2; 11,8, 11,9; 12,2.
Tentukan:  
 Jawab:  
Maka pengukuran mengahasilkan A = 12,00 ± 0,02
Dalam penulisan:  dan  boleh digunakan satu angka    desimal lebih banyak daripada dalam penulisan A dalam sampel. Hal ini dimungkinkan berkat pengulangan yang telah kita lakukan.
Catatan: Apabila pengukuran hanya dilakukan beberapa kali saja      misalnya 2 aatu 3 kali, maka A =  dan sebagai ktp-nya diambil yang terbesar diantra ke-2 atau ke-3, deviasinya:  
Contoh: Pengukuran tekan udara runag praktikum pada awal pertengahan praktikum menghasilkan (dalam mmHg).

2.1.2.3     Ktp mutlak, ktp relatif
Ktp mutlak menyatakan kasar halusnya skala suatau alat ukur.
Contoh: perhatikan besar/nilai arus berikut ini
 = (1,7 ± 0,05) mA
 = (1,74 ± 0,03) mA
Besarnya ketidakpastian nilai arus di atas (0,05 dan 0,03) disebut ktp mutlak. Selain itu juga merupakan ketetapan suatu pengukuran: “Makin kecil ktp mutlak, makin tepat pengukuran tersebut”.
Dilain pihak, ktp relatif kedua pengukuran di atas adalah:
Oleh Karena itu, ktp relatif dikaitakan dengan ketelitian suatu pengukuran: “Makin kecil ktp relatif, makin besar ketelitian yang dicapai”.
Apa arti pelaporan/penulisan  = (1,7 ± 0,05) mA?
Artinya: Pertama, pelapor hendak mengatakan tidak mengetahui dengan tepat sebenarnya besar arus itu, ia hanya menduga/memperkirakan nilainya sekita 1,7 mA.
Kedua, tampak bahwa pelapor hanya menggunakan dua angka berarti (AB) yang menandakan pengukuran dilakukan dengan alat yang berskala cukup besar.Tetapi  boleh dilaporkan dengan 3 AB  (yakni 1,7 dan 4) karena alat ukur yang digunakan skalanya lebih halus.

2.1.2.4     Notasi Eksponenesial dan Angka Berarti
Hasil suatu pengukuran sebaiknya dilaporkan dengan menggunakan notasi eksponensial merupakan cara termudah menuliskan bilangan yang besar sekali maupun kecil sekali. Di samping itu notasi eksponensial dapat dengan mudah menonjolkan ketelitian dalam suatu pengukuran.
Yakni menggunkan jumlah angka desimal yang sesuai dengan AB yang diperkenankan. Ketentuan sebagi berikut:

Keteliian sekitar 10                       2 AB
Ketelitian sekitar 1                        3 AB
Ketilian sekitar 0,1                        4 AB
Dengan notasi eksponensial semua bilangan ditulis sebagai bilangan antara 1 dan 9 (bilangan ini disebut ‘mantissa’) dikalikan dengan faktor  (disebut orfe besar), n adalah bilangan bulat positif atau negatif.
Contoh : Dari suatu pengukuran massa elektron diketahui hingga angka   berarti maka:  = 9,109 x kg
 9,109 adalah mantissa, yang terdiri atas 4 AB (mempunyai 3 angka desimal di belakang koma)
 adalah oerde besarnya (banyaknya apoabila )!!
Jika pengukuran hanya menggunakan 2 AB, maka  = 9,1 x kg, mantissa harus disesuaikan sedangkan orde besarnya tidak berubah.
Perhatikan bahwa dalam teori ketidakpastian  kg tidaklah sama dengan  kg (bagaimana penjelasannya?)

2.1.3     Ketidakpastian pada hasil percobaan
Jarang sekali besarang yang hendak ditentukan lewat eksperimen dapat kita ukur dengan langsung. Lenig sering kita jumpai situasi dimana besaran itu dapat dinyatakan sebagai fungsi besaran-besaran lain (definisi atau hukum fisika), dan besaran-besaran inilah byang dapat ditentukan melalui ekprimen (diukur langsung). Besaran yang dicari ditentukan lewat perhitungan.
Contoh : Tidak dikenal alat yang dapat mengukur rapat massa padatan secara  langsung. Namun melalui definisi rapat massa  (m dan V dapat diukur, sehingga  dapat dihitung.
Akan tetapi pada m dan V terdapat ktp tertentu, maka jelas  juga memliki ketidakpastian. Persoalan utama dalam teori ketidakpastian adalah menentukan hubungan anatara ktp pada  dengan ktp m dan V.

Berikut ini diberikan beberapa aturan menghitung ktp pada 2 peubah:
i.        Kalau z = x ± y, maka Dz = Dx + Dy.
ii.      Kalau z =  (m dan n ketetapan), maka
Contoh : Percepatan gravitasi setempat ingin ditentukan dengan mengukur periode t suatu bandul matematis sepanjang L dan menggunakan rumus .
Pengukuran mengasilkan T = (2,00 ± 0,02) s
                                  L = (100 ± 1)cm, sedangkan
                                   = 3,14 (dianggap tepat)
Maka g =
                                
Dg = (3) (985,6) = 29, 578
Mengingat bahwa ktp relatif adalah sebesar 3%, maka hasil akhir boleh dilaporkan dengan 3 AB menjadi:
G = (986,5 ± 30)cm/
G = (9, 86 ± 0,3)m/
2.2  Data Pengamatan
  Lembar Data
No
Alat
Satuan
Bahan
NST
KTP
Percobaan ke
Hasil
1
Penggaris
cm
Lebar Box Jangka Sorong
0,5
0,25
1
9,9
2
9,85
3
9,9
4
9,95
2
Jangka Sorong
mm
Lebar Kotak mikrometer
0,05
0,025
1
76,7
2
77,1
3
76,9
4
77,7
3.
Mikrometer
mm
Tebal box Jangka Sorong
0,01
0,005
1
20,4
2
20,39
3
20,32
4
20,39
4.
Stopwatch Digital
s
Type - X
0,01
0,005
1
0,4
2
0,41
3
0,45
4
0,43
5.
Stopwatch Analog
s
Bolpoint
0,2
0,1
1
0,2
2
0,2
3
0,3
4
0,4

6.
Termometer  Digital
oC
Suhu Lengan Mahyudin
0,1
0,05
1
36,3
7.
Termometer
Analog
oC
Suhu Lengan Alwi
0,1
0,05
1
36,7
8.
Spherometer
mm
Piringan Cekung
0,5
0,25
1
-3,0
2
-3,91
3
-2,0
4
-2,1

9.
Multimeter
Digital
mV
Baterai
0,1
0,05
1
96,4


Ohm
Resistor
0,1
0,05
2
45,9
10.
Multimeter Analog
V
Baterai
0,5
0,05
Sk 10
9,6






Sk 50
11


Ohm
Resistor
1
0,5
Sk 1
46






Sk 10
25
2.3     Analisa Data
   2.3.1 Data Kuantitatif
1. Penggaris
i
2
1
9,9
9,9
0
0
2
9,85
9,9
-0,05
0,0025
3
9,9
9,9
0
0
4
9,95
9,9
0,05
0,0025
39,6

0
0,005


                 = = = 9,9 cm
                    Sn-1 =                                =     =  cm
       
                    ∆x = S  = cm

2.  Jangka Sorong
i
2
1
76,7
77,1
-0,4
0,16
2
77,1
77,1
0
0
3
76,9
77,1
-0,2
0,4
4
77, 7
77,1
0,6
0,86
308, 4

0
0,92

                   





= = = 77,1 mm
                  Sn-1 =                                =     = = 0,554  mm
       
                    ∆x = S  =     = 0,27 x 10-1 mm


3.    Mikrometer
i
2
1
20,4
20,4
0
0
2
20,39
20,4
-0,01
0,0001
3
20,32
20,4
-0,08
0,0064
4
20,39
20,4
-0,01
0,0001
   81,5

0,1
0,0066







= = = 20,4 mm
                    Sn-1 =                          =     = = 0,047 mm
       
                    ∆x = S  =     = 0,0235  x 10-1 mm

4.  Termometer Digital
i
    
2
1
36,3
36,3
0
0
36,3

0
0





= = = 36,3 oC
Sn-1 =                         =     = 0  oC
                   
∆x = S  =            = 0  oC





5.  Termometer Analog
                  
i
2
1
36,7
36,7
0
0
36,7

0
0








= = = 36,7 oC
                         Sn-1 =                               =     = = 0 oC
           
                        ∆x = S  =            = 0  oC
           
6.  Stopwatch Digital
i
2
1
0,4
0,42
-0,02
0,0004
2
0,41
0,42
-0,01
0,0001
3
0,45
0,42
0,03
0,0009
4
0,43
0,42
0,01
0,0001
1,69

0,03
0,0015
                                   







          
       

       = = = 0,42 detik                                                                          
                    Sn-1 =                       =     = = 0,022 detik
       
                   ∆x = S  =    = 0.011 detik                  
      
7.  Stopwatch Analog

i
2
1
0,2
0,3
-0,1
0,01
2
0,2
0,3
-0,1
0,01
3
0,3
0,3
0
0
4
0,4

0,3
0,1
0,01
1,1

-0,1
0,03











                       = = = 0,3 detik                      
                    Sn-1 =                   =     = = 0,1 detik

                    ∆x = S  =          = 0,05 detik

8. Multimeter Digital

·         Baterai

i
    
2
1
96,4
96,4
0
0
96,4

0
0



        

         = = = 96,4 mVolt
          nst = 0,1 mVolt                                         
                 ∆x = S  =  nst= . 0,1 = 0,05 mVolt





·                     Resistor
  
i
    
2
1
45,9
45,9
0
0
45,9

0
0

                     = = = 45,9
          nst = 0,1 Ω
                  ∆x = S  =  nst= . 0,1 = 0,05 Ω
9.         Multimeter Analog

·         Baterai

i
    
2
Sk 10
9,6
10,3
-0,7
0,49
Sk 50
11
10,3
0,7
0,49
20,6

0
0,98




            


 = = = 10,3 Volt
            Sn-1 =                                =     = =  0,99 Volt                   
                     ∆x = S  = = 0,71  Volt

·         Resistor
  
i
    
2
Sk 1
46
35,5
10,5
110,25
Sk 10
25
35,5
-10,5
110,25
71

0
220,5

                     = = =  35,5 Ω
                     Sn-1 =                          =     = = 14,85                             
                  ∆x = S  = = 10,61 Ω
10.     Spherometer
·         Cekung

i
2
1
-3,0
2,75
-0,25
0,0625
2
-3,91
2,75
-1,16
1,3456
3
-2,0
2,75
0,75
0,5625
4
-2,1
2,75
0,65
0,4225
-11,01

-0,01
2,3931











                      = = =  2,75 mm
Sn-1 =                             =   = = 0,89 mm

∆x = S  = = 0,445 mm

2.3.2        Data Kualitafif  
1.      Penggaris
                 
PercobaanPengukuran
Dari grafik diatas tampak bahwa hasil pengukuran berubah-ubah.  Hal ini dikarenakan  bahwa bahan yang diukur panjangnya tidak sama.

2.   Jangka SorongPengukuran
Percobaan       Dari grafik diatas tampak bahwa hasil pengukuran bervariasi. Hal ini disebabkan bahwa pengukuran dilakukan tidak disatu titik melainkan disepanjang titik yang berbeda pada lebar kotak micrometer.

3.   Micrometer
PercobaanPengukuran    Dari grafik diatas menunjukkan bahwa bahan yang diukur permukaannya tidak merata. Hal ini dikarenakan bahwa pengukuran dilakukan dititik yang berbeda disepanjang tebal kotak jangka sorong.

4.   Shperometer
PengukuranPercobaan             
Dari grafik diatas disimpulkan bahwa setiap pengukuran pada piringan cekung hasilnya tidak sama rata. Hal ini dikarenakan pengukuran dilakukan dititik yang berbeda disepanjang piringan.

5.      Termometer Digital
PercobaanSuhu                       
Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil percobaannya menunjukkan besar hambatan  36,3  oC. Pengukuran suhu dilakukan pada suhu tubuh yang berbeda, yaitu pada lengan Mahyudin.

6.      Termometer Analog
PercobaanSuhu
Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil percobaannya menunjukkan besar hambatan  36,7  oC. Pengukuran suhu dilakukan pada suhu tubuh yang berbeda, yaitu pada lengan Alwi.

7.      Stopwatch Digital
PercobaanWaktu
Dari grafik  diatas percobaan pengukuran waktu dengan menjatuhkan Type-X dimana stopwatch digital menunjukkan hasil yang berbeda ditiap-tiap percobaan. Dari perbedaan itu menunjukkan bahwa alat yang digunakan penggunaannya ada yang muda dan ada yang sulit, disamping itu juga faktor gravitasi.

8.      Stopwatch Analog
WaktuPercobaan    Dari grafik  diatas percobaan pengukuran waktu dengan menjatuhkan Boplpoint dimana stopwatch analog menunjukkan hasil yang berbeda ditiap-tiap percobaan. Dari perbedaan itu menunjukkan bahwa alat yang digunakan penggunaannya ada yang muda dan ada yang sulit, disamping itu juga faktor gravitasi.

9.      Multimeter digital
·      Baterai
Kuat ArusPercobaan
Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil percobaannya menunjukkan besar arus  96,4  mV.

·      Resistor
PercobaanHambatan
Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil percobaannya menunjukkan besar hambatan 45,9 Ohm.

10.     Multimeter Analog
·      Baterai
Kuat ArusSkala
Percobaan dilakukan 2 kali dengan skala 10 dan 50. Pengukuran pada baterai dengan skala 10 adalah 9,6 V dan dengan skala 50 adalah 11 V. Sehingga menghasilkan nilai perbandingan 10:50 dengan rata-rata 10,3 V.

·   Resistor

HambatanSkala
Percobaan dilakukan 2 kali dengan skala 1 dan 10. Pengukuran pada baterai dengan skala 1 adalah 46 Ω dan dengan skala 10 adalah 25 Ω. Sehingga menghasilkan nilai perbandingan 1:10 dengan rata-rata 35,5 Ω .









BAB III

PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Dari hasil percobaan pada modul I tentang teori ketidakpastian menunjukkan bahwa pengukuran jika dilakukan beberapa kali hasil yang didapat tidaklah sama karena ada beberapa factor, yaitu keterbatasan alat, keterbatasan pengamat, ketidakpastian acak. Disamping itu juga bahan yang diukur ada yang berubah-ubah seperti suhu badan dan ada pula permukaan benda yang tidak sama, dan ada juga karena alat, yaitu alat yang digital dan alat analog. Sifat dari alat digital yaitu penggunaannya relative muadah, nilainya sudah langsung keluar tidak pakai mengira-ngira dan mendekati kepastian.

3.2. Kritik dan Saran
Dalam praktikum ini sudah cukup bagus hanya saja alatnya tidak disediakan diatas meja sehingga waktunya tersita guna mengambil alat-alat. Seharusnya alatnya disediakan diatas meja dan setiap kelompok harus bertanggung jawab atas alat-alat tersebut.












DAFTAR PUSTAKA

Baird, D.C, “EXPERIMENTATION AN INTRODUCTION TO MEASUREMENT THEORY AND EXPERIMENTAL DESIGN”, Perintice Hall.

Damawan Djonoputro, B. “ TEORI KETIDAKPASTIAN”, ITB, 1984.











2 komentar: