BAB I
PENDAHULUAN
PERCOBAAN
MODUL 1
TEORI
KETIDAKPASTIAN
1.1 Latar Belakang
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktikum Fisika Dasar Modul I.
Adapun materi yang dibahas dalam modul I ini adalah tentang Nilai Skala
Terkecil ( NST ). Dalam percobaan ini menentukan nilai skala terkecil (NST)
pada alat ukur,nilai ketidakpastian pada alat ukur serta pada hasil percobaan.
Dalam suatu alat ukur selalu dilengkapi skala berupa panjang,massa atau
waktu dalam skala terbesar maupun terkecil yang dapat mempengaruhi hasil dari
suatu percobaan. Oleh karena itu, suatu hasil pengukuran atau percobaan harus
dilaporkan bersama dengan nilai ketidakpastiannya,adapun caranya dapat
dilakukan sebagai berikut.
x = {x ± Dx}
[X],
x : lambang besaran yang diukur,
{x} :
nilai yang diperoleh,
{Dx } : ktp pada x,
[X] :
lambang satuan besaran x,
1.2
Tujuan
1.
Menentukan ketidakpastian (ktp) pada pengukuran.
2.
Menentukan ketidakpastian hasil percobaan.
1.3 Fungsi,Alat
dan Bahan
Alat – alat yang digunakan
1.
Penggaris
Fungsi : Untuk mengukur
panjang,lebar dan tinggi suatu benda.
2.
Micrometer
Fungsi : Untuk mengukur panjang,lebar,diameter
luar dan tinggi suatu benda
3.
Jangka Sorong
Fungsi : Untuk mengukur panjang,lebar,tinggi
dan diameter dalam benda
4.
Multimeter Digital
Fungsi : Untuk mengukur arus,hambatan dan tegangan.
5.
Multimeter Analog
Fungsi :
Untuk mengukur arus,hambatan dan tegangan.
6.
Termometer Digital
Fungsi :
Untuk mengukur suhu
7.
Termometer Analog
Fungsi :
Untuk mengukur suhu.
8.
Stopwatch Digital
Fungsi : Untuk
mengukur lamanya waktu dalam melakukan
kegiatan.
9.
Stopwatch Analog
Fungsi
: Untuk mengukur lamanya
waktu dalam melakukan
kegiatan.
10. Spherometer
Fungsi :
Untuk mengukur diameter benda cekung atau cembung
Bahan – bahan yang digunakan
1. Kotak Mikrometer :
Media yang diukur lebarnya.
2. Kotak Jangka
Sorong : Media yang diukur
lebar dan tebalnya.
2. Baterai : Media yang diukur tegangan
3. Resistor : Media yang diukur hambatannya.
4. Kunci : Media
yang diukur kecepatannya
5. Tangan (suhu badan) :
Media yang diukur suhunya.
6. Piringan : Diameter
kecekungan / kecembungan.
BAB II
ISI
1.3
DASAR TEORI
2.1.1
Nilai skala terkecil (nst) alat ukur
Setiap alat ukur selalu dilengkapi
skala berupa panjang, massa atau waktu. Pada skala terdapat goresan-goresan
besar dan kecil yang dibubuhi nilai tertentu. Perhatikan: hampir semua lat ukur
panjang mempunyai skala dengan jarak fisis antara dua goresan bertetengga tidak
kurang dari 1 mm. Ini berkaitan dengan daya resolusi mata, yakni: mata manusia
(sehat/normal) pada jarak 25 cm masihdapt melihat secara terpisah 2 sumber
titik cahaya yang berdekatan hingga 0,1 mm. Akan tetapi, pembuatan goresan
sehalus sumber cahaya bertitik (point source) secara teknis tidak mungkin
dicapai, lagipula objek yang diamati jarang memiliki profil yang tajam,
sehingga jarak pisah antara 2 goresan bertetangga pada hampir semua alat ukur
tidak sekecil 0,1 mm, melainkan sebesar 1 mm bahakan tidak jarang lebih besar
lagi (skala besar).
Nonius: alat bantu yang membuat alat ukur berkemampuan
lebih teliti, ketepatan pengukuran menjadi lebih baik karena jarak antara 2
goresan bertetangga seolah-olah dapat dibuat lebih kecil.
Caranya: 9 bagian pada skala alat sama dengan 10
bagian pada skla nonius. Ini berarti pengukuran dengan nonius dapat
menghasilkan satu angka desimal lebih bnayak daripada pengukuran tanpa nonius.
2.1.2
Ketidakpastian pada pengukuran
Setiap pengukuran selalu dihinggapi
suatu ketidakpastian. Adapaun Penyebabnya banyak sekali, diantaranya:
·
Keterbatasan alat : nst selalu ada, kalibrasi yang tidak tepat, gesekan yang terjadi anata bagian alat
yang bergerak, kelelahan pegas, dll.
·
Keterbatasan pengamat : pengamat adalah manusia
yang tidak luput dari kesalahan dan
memilki kekurangan.
·
Ketidakpastian acak : tegangan listrik yang
digunakan sering
berubah-ubah (mengalami fluktuasi), adanya
noise, dll.
Kita (pengamat) sebelum
mengadakan pengukuran untuk mengenal terlebih dahulu kekurangan-kekurangan ini
dan berusaha untuk mencegah / mengatasinya. Akan tetapi terdapat kenyataan
bahwa penyimpangan-penyimpangan ini bnayak sekali jumlah dan ragamnya, sehingga
mustahil kita akan dapat memenuhi semuanya apalagi menghilangkannya. Hal ini
berarti bahwa:
Oleh karena itu suatu hasil pengukuran harus dilaporkan bersama dengan ketidakpastiannya, cara berikut adalah cara yang lazim digunakan:
x = {x ± Dx}
[X], dimana:
x :
lambang besaran yang diukur, misal suhu T
{x} :
nilai yang diperoleh, misal 27
{Dx } :
ktp pada x, misal
0,5
[X] :
lambang satuan besaran x, misal
0C
Maka
diperoleh: T = (27 ±
0,5) 0C
Lalu
timbul pertanyaan: “Bagaimana menentukan/memperoleh {x ± Dx} dari suatu pengukuran?”
Harus dibedakan
3 kasus berikut ini:
2.1.2.1 Pengukuran dilaksanakan sekali saja
Apabila pengukuran dilakukan sekali saja, maka x
adalah nilai yang terbaca pada waktu pengukuran dan Dx dalan 1/2
nst. Tetapi kadang-kadang digunakan 1/3 nst sebagai Dx,
yakni apabila jarak anatar 2 goresan terdekat cukup lebar.
2.1.2.2 Pengukuran dilakukan n kali
Dengan mengadakan n kali, diperoleh apa yang disebut
‘contoh’ atau ‘sampel’ besaran x. Nilai yang digunkan sebagi x adalah nilai
rata-rata sampel x.


Dan sebagai ktp-nya digunakan deviasi standar nilai
rata-rata
):



Contoh : Pengukuran berulang atas besaran A menghasilkan
sampel berikut: 11,8; 12,0; 12,2;, 11,9;
12,0; 12,2; 11,8, 11,9; 12,2.
Tentukan:


Jawab: 

Maka
pengukuran mengahasilkan A = 12,00 ± 0,02
Dalam penulisan:
dan
boleh digunakan satu angka desimal lebih banyak daripada dalam
penulisan A dalam sampel. Hal ini dimungkinkan berkat pengulangan yang telah
kita lakukan.


Catatan: Apabila pengukuran
hanya dilakukan beberapa kali saja
misalnya 2 aatu 3 kali, maka A =
dan sebagai ktp-nya diambil yang terbesar
diantra ke-2 atau ke-3, deviasinya: 


Contoh: Pengukuran tekan udara
runag praktikum pada awal pertengahan praktikum menghasilkan (dalam mmHg).
2.1.2.3 Ktp mutlak, ktp relatif
Ktp mutlak menyatakan kasar halusnya
skala suatau alat ukur.
Contoh: perhatikan besar/nilai arus berikut ini


Besarnya ketidakpastian nilai arus di atas (0,05 dan
0,03) disebut ktp mutlak. Selain itu juga merupakan ketetapan suatu
pengukuran: “Makin kecil ktp mutlak, makin tepat pengukuran tersebut”.
Dilain pihak, ktp relatif kedua
pengukuran di atas adalah:

Oleh Karena itu, ktp relatif dikaitakan dengan ketelitian
suatu pengukuran: “Makin kecil ktp relatif, makin besar ketelitian yang
dicapai”.
Apa arti pelaporan/penulisan
= (1,7 ± 0,05) mA?

Artinya: Pertama, pelapor hendak
mengatakan tidak mengetahui dengan tepat sebenarnya besar arus itu, ia hanya menduga/memperkirakan
nilainya sekita 1,7 mA.
Kedua, tampak bahwa pelapor hanya menggunakan dua
angka berarti (AB) yang menandakan pengukuran dilakukan dengan alat yang
berskala cukup besar.Tetapi
boleh dilaporkan dengan 3 AB (yakni 1,7 dan 4) karena alat ukur yang
digunakan skalanya lebih halus.

2.1.2.4 Notasi Eksponenesial dan Angka Berarti
Hasil suatu pengukuran
sebaiknya dilaporkan dengan menggunakan notasi eksponensial merupakan cara
termudah menuliskan bilangan yang besar sekali maupun kecil sekali. Di samping
itu notasi eksponensial dapat dengan mudah menonjolkan ketelitian dalam suatu
pengukuran.
Yakni menggunkan jumlah angka
desimal yang sesuai dengan AB yang diperkenankan. Ketentuan sebagi berikut:

Ketelitian sekitar 1 3 AB
Ketilian sekitar 0,1 4 AB
Dengan notasi eksponensial semua
bilangan ditulis sebagai bilangan antara 1 dan 9 (bilangan ini disebut
‘mantissa’) dikalikan dengan faktor
(disebut orfe besar), n adalah bilangan bulat
positif atau negatif.

Contoh : Dari suatu pengukuran
massa elektron diketahui hingga angka berarti
maka:
= 9,109 x
kg


9,109 adalah
mantissa, yang terdiri atas 4 AB (mempunyai 3 angka desimal di belakang koma)


Jika pengukuran hanya menggunakan 2 AB, maka
= 9,1 x
kg, mantissa harus disesuaikan sedangkan orde
besarnya tidak berubah.


Perhatikan bahwa dalam teori
ketidakpastian
kg tidaklah sama dengan
kg (bagaimana penjelasannya?)


2.1.3
Ketidakpastian pada hasil percobaan
Jarang sekali besarang
yang hendak ditentukan lewat eksperimen dapat kita ukur dengan langsung. Lenig
sering kita jumpai situasi dimana besaran itu dapat dinyatakan sebagai fungsi
besaran-besaran lain (definisi atau hukum fisika), dan besaran-besaran inilah
byang dapat ditentukan melalui ekprimen (diukur langsung). Besaran yang dicari
ditentukan lewat perhitungan.
Contoh : Tidak
dikenal alat yang dapat mengukur rapat massa padatan secara langsung. Namun melalui definisi rapat massa
(m dan V dapat diukur, sehingga
dapat dihitung.


Akan tetapi pada m dan V
terdapat ktp tertentu, maka jelas
juga memliki ketidakpastian. Persoalan utama
dalam teori ketidakpastian adalah menentukan hubungan anatara ktp pada
dengan ktp m dan V.


Berikut ini
diberikan beberapa aturan menghitung ktp pada 2 peubah:
i.
Kalau z = x ± y, maka Dz = Dx + Dy.
ii.
Kalau z =
(m dan n ketetapan), maka 


Contoh : Percepatan gravitasi
setempat ingin ditentukan dengan mengukur periode t suatu bandul matematis
sepanjang L dan menggunakan rumus
.

Pengukuran mengasilkan T = (2,00 ± 0,02) s
L =
(100 ±
1)cm, sedangkan

Maka g = 


Dg = (3) (985,6) = 29, 578
Mengingat bahwa ktp relatif adalah
sebesar 3%, maka hasil akhir boleh dilaporkan dengan 3 AB menjadi:
G = (986,5 ±
30)cm/

G = (9, 86 ±
0,3)m/

2.2 Data
Pengamatan
Lembar Data
No
|
Alat
|
Satuan
|
Bahan
|
NST
|
KTP
|
Percobaan ke
|
Hasil
|
1
|
Penggaris
|
cm
|
Lebar Box Jangka Sorong
|
0,5
|
0,25
|
1
|
9,9
|
2
|
9,85
|
||||||
3
|
9,9
|
||||||
4
|
9,95
|
||||||
2
|
Jangka
Sorong
|
mm
|
Lebar Kotak mikrometer
|
0,05
|
0,025
|
1
|
76,7
|
2
|
77,1
|
||||||
3
|
76,9
|
||||||
4
|
77,7
|
||||||
3.
|
Mikrometer
|
mm
|
Tebal box Jangka Sorong
|
0,01
|
0,005
|
1
|
20,4
|
2
|
20,39
|
||||||
3
|
20,32
|
||||||
4
|
20,39
|
||||||
4.
|
Stopwatch
Digital
|
s
|
Type
- X
|
0,01
|
0,005
|
1
|
0,4
|
2
|
0,41
|
||||||
3
|
0,45
|
||||||
4
|
0,43
|
||||||
5.
|
Stopwatch
Analog
|
s
|
Bolpoint
|
0,2
|
0,1
|
1
|
0,2
|
2
|
0,2
|
||||||
3
|
0,3
|
||||||
4
|
0,4
|
||||||
6.
|
Termometer Digital
|
oC
|
Suhu Lengan
Mahyudin
|
0,1
|
0,05
|
1
|
36,3
|
7.
|
Termometer
Analog
|
oC
|
Suhu Lengan
Alwi
|
0,1
|
0,05
|
1
|
36,7
|
8.
|
Spherometer
|
mm
|
Piringan
Cekung
|
0,5
|
0,25
|
1
|
-3,0
|
2
|
-3,91
|
||||||
3
|
-2,0
|
||||||
4
|
-2,1
|
||||||
9.
|
Multimeter
Digital
|
mV
|
Baterai
|
0,1
|
0,05
|
1
|
96,4
|
|
|
Ohm
|
Resistor
|
0,1
|
0,05
|
2
|
45,9
|
10.
|
Multimeter
Analog
|
V
|
Baterai
|
0,5
|
0,05
|
Sk 10
|
9,6
|
|
|
|
|
|
|
Sk 50
|
11
|
|
|
Ohm
|
Resistor
|
1
|
0,5
|
Sk 1
|
46
|
|
|
|
|
|
|
Sk 10
|
25
|
2.3
Analisa Data
2.3.1 Data Kuantitatif
1. Penggaris
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
9,9
|
9,9
|
0
|
0
|
2
|
9,85
|
9,9
|
-0,05
|
0,0025
|
3
|
9,9
|
9,9
|
0
|
0
|
4
|
9,95
|
9,9
|
0,05
|
0,0025
|
∑
![]() |
39,6
|
|
0
|
0,005
|









∆x = S
=
cm


2. Jangka Sorong
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
76,7
|
77,1
|
-0,4
|
0,16
|
2
|
77,1
|
77,1
|
0
|
0
|
3
|
76,9
|
77,1
|
-0,2
|
0,4
|
4
|
77, 7
|
77,1
|
0,6
|
0,86
|
∑
|
308,
4
|
|
0
|
0,92
|







∆x = S
=
= 0,27 x 10-1
mm


3. Mikrometer
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
20,4
|
20,4
|
0
|
0
|
2
|
20,39
|
20,4
|
-0,01
|
0,0001
|
3
|
20,32
|
20,4
|
-0,08
|
0,0064
|
4
|
20,39
|
20,4
|
-0,01
|
0,0001
|
∑
|
81,5
|
|
0,1
|
0,0066
|







∆x
= S
=
= 0,0235 x 10-1 mm


4. Termometer
Digital
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
36,3
|
36,3
|
0
|
0
|
∑
|
36,3
|
|
0
|
0
|





∆x = S
=
= 0 oC


5.
Termometer Analog
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
36,7
|
36,7
|
0
|
0
|
∑
|
36,7
|
|
0
|
0
|







∆x
= S
=
= 0 oC


6. Stopwatch Digital
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
0,4
|
0,42
|
-0,02
|
0,0004
|
2
|
0,41
|
0,42
|
-0,01
|
0,0001
|
3
|
0,45
|
0,42
|
0,03
|
0,0009
|
4
|
0,43
|
0,42
|
0,01
|
0,0001
|
∑
|
1,69
|
|
0,03
|
0,0015
|







∆x = S
=
= 0.011 detik


7.
Stopwatch Analog
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
0,2
|
0,3
|
-0,1
|
0,01
|
2
|
0,2
|
0,3
|
-0,1
|
0,01
|
3
|
0,3
|
0,3
|
0
|
0
|
4
|
0,4
|
0,3
|
0,1
|
0,01
|
∑
|
1,1
|
|
-0,1
|
0,03
|







∆x = S
=
= 0,05 detik


8. Multimeter Digital
·
Baterai
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
96,4
|
96,4
|
0
|
0
|
∑
|
96,4
|
|
0
|
0
|



nst = 0,1 mVolt
∆x
= S
=
nst=
. 0,1 = 0,05 mVolt



·
Resistor
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
45,9
|
45,9
|
0
|
0
|
∑
|
45,9
|
|
0
|
0
|



nst = 0,1 Ω
∆x = S
=
nst=
. 0,1 = 0,05 Ω



9.
Multimeter
Analog
·
Baterai
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Sk 10
|
9,6
|
10,3
|
-0,7
|
0,49
|
Sk 50
|
11
|
10,3
|
0,7
|
0,49
|
∑
|
20,6
|
|
0
|
0,98
|




Sn-1 = =
= 
= 0,99 Volt



∆x = S
=
= 0,71 Volt


·
Resistor
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Sk 1
|
46
|
35,5
|
10,5
|
110,25
|
Sk 10
|
25
|
35,5
|
-10,5
|
110,25
|
∑
|
71
|
|
0
|
220,5
|




Sn-1 = =
= 
= 14,85 Ω



∆x = S
=
= 10,61 Ω


10. Spherometer
·
Cekung
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
-3,0
|
2,75
|
-0,25
|
0,0625
|
2
|
-3,91
|
2,75
|
-1,16
|
1,3456
|
3
|
-2,0
|
2,75
|
0,75
|
0,5625
|
4
|
-2,1
|
2,75
|
0,65
|
0,4225
|
∑
|
-11,01
|
|
-0,01
|
2,3931
|








∆x = S
=
= 0,445 mm


2.3.2
Data Kualitafif
1.
Penggaris



Dari grafik diatas tampak bahwa hasil
pengukuran berubah-ubah. Hal ini
dikarenakan bahwa bahan yang diukur
panjangnya tidak sama.
2.
Jangka Sorong



3.
Micrometer



4.
Shperometer



Dari
grafik diatas disimpulkan bahwa setiap pengukuran pada piringan cekung hasilnya
tidak sama rata. Hal ini dikarenakan pengukuran dilakukan dititik yang berbeda
disepanjang piringan.
5.
Termometer Digital



Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil
percobaannya menunjukkan besar hambatan 36,3
oC. Pengukuran suhu
dilakukan pada suhu tubuh yang berbeda, yaitu pada lengan Mahyudin.
6.
Termometer Analog



Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil
percobaannya menunjukkan besar hambatan
36,7 oC.
Pengukuran suhu dilakukan pada suhu tubuh yang berbeda, yaitu pada lengan Alwi.
7.
Stopwatch Digital



Dari grafik
diatas percobaan pengukuran waktu dengan menjatuhkan Type-X dimana
stopwatch digital menunjukkan hasil yang berbeda ditiap-tiap percobaan. Dari
perbedaan itu menunjukkan bahwa alat yang digunakan penggunaannya ada yang muda
dan ada yang sulit, disamping itu juga faktor gravitasi.
8.
Stopwatch Analog



9.
Multimeter digital
· Baterai



Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil
percobaannya menunjukkan besar arus 96,4 mV.
· Resistor



Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil percobaannya
menunjukkan besar hambatan 45,9 Ohm.
10.
Multimeter Analog
· Baterai



Percobaan dilakukan 2 kali dengan skala 10 dan
50. Pengukuran pada baterai dengan skala 10 adalah 9,6 V dan dengan skala 50
adalah 11 V. Sehingga menghasilkan nilai perbandingan 10:50 dengan rata-rata 10,3
V.
· Resistor



Percobaan dilakukan 2 kali dengan skala 1 dan
10. Pengukuran pada baterai dengan skala 1 adalah 46 Ω dan dengan skala 10
adalah 25 Ω. Sehingga menghasilkan nilai perbandingan 1:10 dengan rata-rata
35,5 Ω .
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dari hasil percobaan pada modul I
tentang teori ketidakpastian menunjukkan bahwa pengukuran jika dilakukan
beberapa kali hasil yang didapat tidaklah sama karena ada beberapa factor,
yaitu keterbatasan alat, keterbatasan pengamat, ketidakpastian acak. Disamping
itu juga bahan yang diukur ada yang berubah-ubah seperti suhu badan dan ada
pula permukaan benda yang tidak sama, dan ada juga karena alat, yaitu alat yang
digital dan alat analog. Sifat dari alat digital yaitu penggunaannya relative
muadah, nilainya sudah langsung keluar tidak pakai mengira-ngira dan mendekati
kepastian.
3.2. Kritik
dan Saran
Dalam praktikum ini sudah cukup bagus hanya saja
alatnya tidak disediakan diatas meja sehingga waktunya tersita guna mengambil
alat-alat. Seharusnya alatnya disediakan diatas meja dan setiap kelompok harus
bertanggung jawab atas alat-alat tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Baird, D.C, “EXPERIMENTATION AN
INTRODUCTION TO MEASUREMENT THEORY AND EXPERIMENTAL DESIGN”, Perintice Hall.
Damawan Djonoputro, B. “ TEORI
KETIDAKPASTIAN”, ITB, 1984.
BAB I
PENDAHULUAN
PERCOBAAN
MODUL 1
TEORI
KETIDAKPASTIAN
1.1 Latar Belakang
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktikum Fisika Dasar Modul I.
Adapun materi yang dibahas dalam modul I ini adalah tentang Nilai Skala
Terkecil ( NST ). Dalam percobaan ini menentukan nilai skala terkecil (NST)
pada alat ukur,nilai ketidakpastian pada alat ukur serta pada hasil percobaan.
Dalam suatu alat ukur selalu dilengkapi skala berupa panjang,massa atau
waktu dalam skala terbesar maupun terkecil yang dapat mempengaruhi hasil dari
suatu percobaan. Oleh karena itu, suatu hasil pengukuran atau percobaan harus
dilaporkan bersama dengan nilai ketidakpastiannya,adapun caranya dapat
dilakukan sebagai berikut.
x = {x ± Dx}
[X],
x : lambang besaran yang diukur,
{x} :
nilai yang diperoleh,
{Dx } : ktp pada x,
[X] :
lambang satuan besaran x,
1.2
Tujuan
1.
Menentukan ketidakpastian (ktp) pada pengukuran.
2.
Menentukan ketidakpastian hasil percobaan.
1.3 Fungsi,Alat
dan Bahan
Alat – alat yang digunakan
1.
Penggaris
Fungsi : Untuk mengukur
panjang,lebar dan tinggi suatu benda.
2.
Micrometer
Fungsi : Untuk mengukur panjang,lebar,diameter
luar dan tinggi suatu benda
3.
Jangka Sorong
Fungsi : Untuk mengukur panjang,lebar,tinggi
dan diameter dalam benda
4.
Multimeter Digital
Fungsi : Untuk mengukur arus,hambatan dan tegangan.
5.
Multimeter Analog
Fungsi :
Untuk mengukur arus,hambatan dan tegangan.
6.
Termometer Digital
Fungsi :
Untuk mengukur suhu
7.
Termometer Analog
Fungsi :
Untuk mengukur suhu.
8.
Stopwatch Digital
Fungsi : Untuk
mengukur lamanya waktu dalam melakukan
kegiatan.
9.
Stopwatch Analog
Fungsi
: Untuk mengukur lamanya
waktu dalam melakukan
kegiatan.
10. Spherometer
Fungsi :
Untuk mengukur diameter benda cekung atau cembung
Bahan – bahan yang digunakan
1. Kotak Mikrometer :
Media yang diukur lebarnya.
2. Kotak Jangka
Sorong : Media yang diukur
lebar dan tebalnya.
2. Baterai : Media yang diukur tegangan
3. Resistor : Media yang diukur hambatannya.
4. Kunci : Media
yang diukur kecepatannya
5. Tangan (suhu badan) :
Media yang diukur suhunya.
6. Piringan : Diameter
kecekungan / kecembungan.
BAB II
ISI
1.3
DASAR TEORI
2.1.1
Nilai skala terkecil (nst) alat ukur
Setiap alat ukur selalu dilengkapi
skala berupa panjang, massa atau waktu. Pada skala terdapat goresan-goresan
besar dan kecil yang dibubuhi nilai tertentu. Perhatikan: hampir semua lat ukur
panjang mempunyai skala dengan jarak fisis antara dua goresan bertetengga tidak
kurang dari 1 mm. Ini berkaitan dengan daya resolusi mata, yakni: mata manusia
(sehat/normal) pada jarak 25 cm masihdapt melihat secara terpisah 2 sumber
titik cahaya yang berdekatan hingga 0,1 mm. Akan tetapi, pembuatan goresan
sehalus sumber cahaya bertitik (point source) secara teknis tidak mungkin
dicapai, lagipula objek yang diamati jarang memiliki profil yang tajam,
sehingga jarak pisah antara 2 goresan bertetangga pada hampir semua alat ukur
tidak sekecil 0,1 mm, melainkan sebesar 1 mm bahakan tidak jarang lebih besar
lagi (skala besar).
Nonius: alat bantu yang membuat alat ukur berkemampuan
lebih teliti, ketepatan pengukuran menjadi lebih baik karena jarak antara 2
goresan bertetangga seolah-olah dapat dibuat lebih kecil.
Caranya: 9 bagian pada skala alat sama dengan 10
bagian pada skla nonius. Ini berarti pengukuran dengan nonius dapat
menghasilkan satu angka desimal lebih bnayak daripada pengukuran tanpa nonius.
2.1.2
Ketidakpastian pada pengukuran
Setiap pengukuran selalu dihinggapi
suatu ketidakpastian. Adapaun Penyebabnya banyak sekali, diantaranya:
·
Keterbatasan alat : nst selalu ada, kalibrasi yang tidak tepat, gesekan yang terjadi anata bagian alat
yang bergerak, kelelahan pegas, dll.
·
Keterbatasan pengamat : pengamat adalah manusia
yang tidak luput dari kesalahan dan
memilki kekurangan.
·
Ketidakpastian acak : tegangan listrik yang
digunakan sering
berubah-ubah (mengalami fluktuasi), adanya
noise, dll.
Kita (pengamat) sebelum
mengadakan pengukuran untuk mengenal terlebih dahulu kekurangan-kekurangan ini
dan berusaha untuk mencegah / mengatasinya. Akan tetapi terdapat kenyataan
bahwa penyimpangan-penyimpangan ini bnayak sekali jumlah dan ragamnya, sehingga
mustahil kita akan dapat memenuhi semuanya apalagi menghilangkannya. Hal ini
berarti bahwa:
Oleh karena itu suatu hasil pengukuran harus dilaporkan bersama dengan ketidakpastiannya, cara berikut adalah cara yang lazim digunakan:
x = {x ± Dx}
[X], dimana:
x :
lambang besaran yang diukur, misal suhu T
{x} :
nilai yang diperoleh, misal 27
{Dx } :
ktp pada x, misal
0,5
[X] :
lambang satuan besaran x, misal
0C
Maka
diperoleh: T = (27 ±
0,5) 0C
Lalu
timbul pertanyaan: “Bagaimana menentukan/memperoleh {x ± Dx} dari suatu pengukuran?”
Harus dibedakan
3 kasus berikut ini:
2.1.2.1 Pengukuran dilaksanakan sekali saja
Apabila pengukuran dilakukan sekali saja, maka x
adalah nilai yang terbaca pada waktu pengukuran dan Dx dalan 1/2
nst. Tetapi kadang-kadang digunakan 1/3 nst sebagai Dx,
yakni apabila jarak anatar 2 goresan terdekat cukup lebar.
2.1.2.2 Pengukuran dilakukan n kali
Dengan mengadakan n kali, diperoleh apa yang disebut
‘contoh’ atau ‘sampel’ besaran x. Nilai yang digunkan sebagi x adalah nilai
rata-rata sampel x.


Dan sebagai ktp-nya digunakan deviasi standar nilai
rata-rata
):



Contoh : Pengukuran berulang atas besaran A menghasilkan
sampel berikut: 11,8; 12,0; 12,2;, 11,9;
12,0; 12,2; 11,8, 11,9; 12,2.
Tentukan:


Jawab: 

Maka
pengukuran mengahasilkan A = 12,00 ± 0,02
Dalam penulisan:
dan
boleh digunakan satu angka desimal lebih banyak daripada dalam
penulisan A dalam sampel. Hal ini dimungkinkan berkat pengulangan yang telah
kita lakukan.


Catatan: Apabila pengukuran
hanya dilakukan beberapa kali saja
misalnya 2 aatu 3 kali, maka A =
dan sebagai ktp-nya diambil yang terbesar
diantra ke-2 atau ke-3, deviasinya: 


Contoh: Pengukuran tekan udara
runag praktikum pada awal pertengahan praktikum menghasilkan (dalam mmHg).
2.1.2.3 Ktp mutlak, ktp relatif
Ktp mutlak menyatakan kasar halusnya
skala suatau alat ukur.
Contoh: perhatikan besar/nilai arus berikut ini


Besarnya ketidakpastian nilai arus di atas (0,05 dan
0,03) disebut ktp mutlak. Selain itu juga merupakan ketetapan suatu
pengukuran: “Makin kecil ktp mutlak, makin tepat pengukuran tersebut”.
Dilain pihak, ktp relatif kedua
pengukuran di atas adalah:

Oleh Karena itu, ktp relatif dikaitakan dengan ketelitian
suatu pengukuran: “Makin kecil ktp relatif, makin besar ketelitian yang
dicapai”.
Apa arti pelaporan/penulisan
= (1,7 ± 0,05) mA?

Artinya: Pertama, pelapor hendak
mengatakan tidak mengetahui dengan tepat sebenarnya besar arus itu, ia hanya menduga/memperkirakan
nilainya sekita 1,7 mA.
Kedua, tampak bahwa pelapor hanya menggunakan dua
angka berarti (AB) yang menandakan pengukuran dilakukan dengan alat yang
berskala cukup besar.Tetapi
boleh dilaporkan dengan 3 AB (yakni 1,7 dan 4) karena alat ukur yang
digunakan skalanya lebih halus.

2.1.2.4 Notasi Eksponenesial dan Angka Berarti
Hasil suatu pengukuran
sebaiknya dilaporkan dengan menggunakan notasi eksponensial merupakan cara
termudah menuliskan bilangan yang besar sekali maupun kecil sekali. Di samping
itu notasi eksponensial dapat dengan mudah menonjolkan ketelitian dalam suatu
pengukuran.
Yakni menggunkan jumlah angka
desimal yang sesuai dengan AB yang diperkenankan. Ketentuan sebagi berikut:

Ketelitian sekitar 1 3 AB
Ketilian sekitar 0,1 4 AB
Dengan notasi eksponensial semua
bilangan ditulis sebagai bilangan antara 1 dan 9 (bilangan ini disebut
‘mantissa’) dikalikan dengan faktor
(disebut orfe besar), n adalah bilangan bulat
positif atau negatif.

Contoh : Dari suatu pengukuran
massa elektron diketahui hingga angka berarti
maka:
= 9,109 x
kg


9,109 adalah
mantissa, yang terdiri atas 4 AB (mempunyai 3 angka desimal di belakang koma)


Jika pengukuran hanya menggunakan 2 AB, maka
= 9,1 x
kg, mantissa harus disesuaikan sedangkan orde
besarnya tidak berubah.


Perhatikan bahwa dalam teori
ketidakpastian
kg tidaklah sama dengan
kg (bagaimana penjelasannya?)


2.1.3
Ketidakpastian pada hasil percobaan
Jarang sekali besarang
yang hendak ditentukan lewat eksperimen dapat kita ukur dengan langsung. Lenig
sering kita jumpai situasi dimana besaran itu dapat dinyatakan sebagai fungsi
besaran-besaran lain (definisi atau hukum fisika), dan besaran-besaran inilah
byang dapat ditentukan melalui ekprimen (diukur langsung). Besaran yang dicari
ditentukan lewat perhitungan.
Contoh : Tidak
dikenal alat yang dapat mengukur rapat massa padatan secara langsung. Namun melalui definisi rapat massa
(m dan V dapat diukur, sehingga
dapat dihitung.


Akan tetapi pada m dan V
terdapat ktp tertentu, maka jelas
juga memliki ketidakpastian. Persoalan utama
dalam teori ketidakpastian adalah menentukan hubungan anatara ktp pada
dengan ktp m dan V.


Berikut ini
diberikan beberapa aturan menghitung ktp pada 2 peubah:
i.
Kalau z = x ± y, maka Dz = Dx + Dy.
ii.
Kalau z =
(m dan n ketetapan), maka 


Contoh : Percepatan gravitasi
setempat ingin ditentukan dengan mengukur periode t suatu bandul matematis
sepanjang L dan menggunakan rumus
.

Pengukuran mengasilkan T = (2,00 ± 0,02) s
L =
(100 ±
1)cm, sedangkan

Maka g = 


Dg = (3) (985,6) = 29, 578
Mengingat bahwa ktp relatif adalah
sebesar 3%, maka hasil akhir boleh dilaporkan dengan 3 AB menjadi:
G = (986,5 ±
30)cm/

G = (9, 86 ±
0,3)m/

2.2 Data
Pengamatan
Lembar Data
No
|
Alat
|
Satuan
|
Bahan
|
NST
|
KTP
|
Percobaan ke
|
Hasil
|
1
|
Penggaris
|
cm
|
Lebar Box Jangka Sorong
|
0,5
|
0,25
|
1
|
9,9
|
2
|
9,85
|
||||||
3
|
9,9
|
||||||
4
|
9,95
|
||||||
2
|
Jangka
Sorong
|
mm
|
Lebar Kotak mikrometer
|
0,05
|
0,025
|
1
|
76,7
|
2
|
77,1
|
||||||
3
|
76,9
|
||||||
4
|
77,7
|
||||||
3.
|
Mikrometer
|
mm
|
Tebal box Jangka Sorong
|
0,01
|
0,005
|
1
|
20,4
|
2
|
20,39
|
||||||
3
|
20,32
|
||||||
4
|
20,39
|
||||||
4.
|
Stopwatch
Digital
|
s
|
Type
- X
|
0,01
|
0,005
|
1
|
0,4
|
2
|
0,41
|
||||||
3
|
0,45
|
||||||
4
|
0,43
|
||||||
5.
|
Stopwatch
Analog
|
s
|
Bolpoint
|
0,2
|
0,1
|
1
|
0,2
|
2
|
0,2
|
||||||
3
|
0,3
|
||||||
4
|
0,4
|
||||||
6.
|
Termometer Digital
|
oC
|
Suhu Lengan
Mahyudin
|
0,1
|
0,05
|
1
|
36,3
|
7.
|
Termometer
Analog
|
oC
|
Suhu Lengan
Alwi
|
0,1
|
0,05
|
1
|
36,7
|
8.
|
Spherometer
|
mm
|
Piringan
Cekung
|
0,5
|
0,25
|
1
|
-3,0
|
2
|
-3,91
|
||||||
3
|
-2,0
|
||||||
4
|
-2,1
|
||||||
9.
|
Multimeter
Digital
|
mV
|
Baterai
|
0,1
|
0,05
|
1
|
96,4
|
|
|
Ohm
|
Resistor
|
0,1
|
0,05
|
2
|
45,9
|
10.
|
Multimeter
Analog
|
V
|
Baterai
|
0,5
|
0,05
|
Sk 10
|
9,6
|
|
|
|
|
|
|
Sk 50
|
11
|
|
|
Ohm
|
Resistor
|
1
|
0,5
|
Sk 1
|
46
|
|
|
|
|
|
|
Sk 10
|
25
|
2.3
Analisa Data
2.3.1 Data Kuantitatif
1. Penggaris
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
9,9
|
9,9
|
0
|
0
|
2
|
9,85
|
9,9
|
-0,05
|
0,0025
|
3
|
9,9
|
9,9
|
0
|
0
|
4
|
9,95
|
9,9
|
0,05
|
0,0025
|
∑
![]() |
39,6
|
|
0
|
0,005
|









∆x = S
=
cm


2. Jangka Sorong
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
76,7
|
77,1
|
-0,4
|
0,16
|
2
|
77,1
|
77,1
|
0
|
0
|
3
|
76,9
|
77,1
|
-0,2
|
0,4
|
4
|
77, 7
|
77,1
|
0,6
|
0,86
|
∑
|
308,
4
|
|
0
|
0,92
|







∆x = S
=
= 0,27 x 10-1
mm


3. Mikrometer
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
20,4
|
20,4
|
0
|
0
|
2
|
20,39
|
20,4
|
-0,01
|
0,0001
|
3
|
20,32
|
20,4
|
-0,08
|
0,0064
|
4
|
20,39
|
20,4
|
-0,01
|
0,0001
|
∑
|
81,5
|
|
0,1
|
0,0066
|







∆x
= S
=
= 0,0235 x 10-1 mm


4. Termometer
Digital
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
36,3
|
36,3
|
0
|
0
|
∑
|
36,3
|
|
0
|
0
|





∆x = S
=
= 0 oC


5.
Termometer Analog
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
36,7
|
36,7
|
0
|
0
|
∑
|
36,7
|
|
0
|
0
|







∆x
= S
=
= 0 oC


6. Stopwatch Digital
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
0,4
|
0,42
|
-0,02
|
0,0004
|
2
|
0,41
|
0,42
|
-0,01
|
0,0001
|
3
|
0,45
|
0,42
|
0,03
|
0,0009
|
4
|
0,43
|
0,42
|
0,01
|
0,0001
|
∑
|
1,69
|
|
0,03
|
0,0015
|







∆x = S
=
= 0.011 detik


7.
Stopwatch Analog
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
0,2
|
0,3
|
-0,1
|
0,01
|
2
|
0,2
|
0,3
|
-0,1
|
0,01
|
3
|
0,3
|
0,3
|
0
|
0
|
4
|
0,4
|
0,3
|
0,1
|
0,01
|
∑
|
1,1
|
|
-0,1
|
0,03
|







∆x = S
=
= 0,05 detik


8. Multimeter Digital
·
Baterai
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
96,4
|
96,4
|
0
|
0
|
∑
|
96,4
|
|
0
|
0
|



nst = 0,1 mVolt
∆x
= S
=
nst=
. 0,1 = 0,05 mVolt



·
Resistor
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
45,9
|
45,9
|
0
|
0
|
∑
|
45,9
|
|
0
|
0
|



nst = 0,1 Ω
∆x = S
=
nst=
. 0,1 = 0,05 Ω



9.
Multimeter
Analog
·
Baterai
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Sk 10
|
9,6
|
10,3
|
-0,7
|
0,49
|
Sk 50
|
11
|
10,3
|
0,7
|
0,49
|
∑
|
20,6
|
|
0
|
0,98
|




Sn-1 = =
= 
= 0,99 Volt



∆x = S
=
= 0,71 Volt


·
Resistor
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Sk 1
|
46
|
35,5
|
10,5
|
110,25
|
Sk 10
|
25
|
35,5
|
-10,5
|
110,25
|
∑
|
71
|
|
0
|
220,5
|




Sn-1 = =
= 
= 14,85 Ω



∆x = S
=
= 10,61 Ω


10. Spherometer
·
Cekung
i
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
1
|
-3,0
|
2,75
|
-0,25
|
0,0625
|
2
|
-3,91
|
2,75
|
-1,16
|
1,3456
|
3
|
-2,0
|
2,75
|
0,75
|
0,5625
|
4
|
-2,1
|
2,75
|
0,65
|
0,4225
|
∑
|
-11,01
|
|
-0,01
|
2,3931
|








∆x = S
=
= 0,445 mm


2.3.2
Data Kualitafif
1.
Penggaris



Dari grafik diatas tampak bahwa hasil
pengukuran berubah-ubah. Hal ini
dikarenakan bahwa bahan yang diukur
panjangnya tidak sama.
2.
Jangka Sorong



3.
Micrometer



4.
Shperometer



Dari
grafik diatas disimpulkan bahwa setiap pengukuran pada piringan cekung hasilnya
tidak sama rata. Hal ini dikarenakan pengukuran dilakukan dititik yang berbeda
disepanjang piringan.
5.
Termometer Digital



Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil
percobaannya menunjukkan besar hambatan 36,3
oC. Pengukuran suhu
dilakukan pada suhu tubuh yang berbeda, yaitu pada lengan Mahyudin.
6.
Termometer Analog



Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil
percobaannya menunjukkan besar hambatan
36,7 oC.
Pengukuran suhu dilakukan pada suhu tubuh yang berbeda, yaitu pada lengan Alwi.
7.
Stopwatch Digital



Dari grafik
diatas percobaan pengukuran waktu dengan menjatuhkan Type-X dimana
stopwatch digital menunjukkan hasil yang berbeda ditiap-tiap percobaan. Dari
perbedaan itu menunjukkan bahwa alat yang digunakan penggunaannya ada yang muda
dan ada yang sulit, disamping itu juga faktor gravitasi.
8.
Stopwatch Analog



9.
Multimeter digital
· Baterai



Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil
percobaannya menunjukkan besar arus 96,4 mV.
· Resistor



Percobaan hanya dilakukan 1 kali, hasil percobaannya
menunjukkan besar hambatan 45,9 Ohm.
10.
Multimeter Analog
· Baterai



Percobaan dilakukan 2 kali dengan skala 10 dan
50. Pengukuran pada baterai dengan skala 10 adalah 9,6 V dan dengan skala 50
adalah 11 V. Sehingga menghasilkan nilai perbandingan 10:50 dengan rata-rata 10,3
V.
· Resistor



Percobaan dilakukan 2 kali dengan skala 1 dan
10. Pengukuran pada baterai dengan skala 1 adalah 46 Ω dan dengan skala 10
adalah 25 Ω. Sehingga menghasilkan nilai perbandingan 1:10 dengan rata-rata
35,5 Ω .
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dari hasil percobaan pada modul I
tentang teori ketidakpastian menunjukkan bahwa pengukuran jika dilakukan
beberapa kali hasil yang didapat tidaklah sama karena ada beberapa factor,
yaitu keterbatasan alat, keterbatasan pengamat, ketidakpastian acak. Disamping
itu juga bahan yang diukur ada yang berubah-ubah seperti suhu badan dan ada
pula permukaan benda yang tidak sama, dan ada juga karena alat, yaitu alat yang
digital dan alat analog. Sifat dari alat digital yaitu penggunaannya relative
muadah, nilainya sudah langsung keluar tidak pakai mengira-ngira dan mendekati
kepastian.
3.2. Kritik
dan Saran
Dalam praktikum ini sudah cukup bagus hanya saja
alatnya tidak disediakan diatas meja sehingga waktunya tersita guna mengambil
alat-alat. Seharusnya alatnya disediakan diatas meja dan setiap kelompok harus
bertanggung jawab atas alat-alat tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Baird, D.C, “EXPERIMENTATION AN
INTRODUCTION TO MEASUREMENT THEORY AND EXPERIMENTAL DESIGN”, Perintice Hall.
Damawan Djonoputro, B. “ TEORI
KETIDAKPASTIAN”, ITB, 1984.
Nice gan....
BalasHapusManfaat bangetZz... !!
yuhuuu, bermanfaat sekali
BalasHapusSolder uap